Judul: An Abundance Of Katherines
Penulis: John Green
Genre: Young Adult, Contemporary
Penulis: John Green
Genre: Young Adult, Contemporary
Menceritakan tentang Colin Singleton, anak prodigy yang sedang patah hati karena baru putus dengan pacarnya, Katherine XIX (ke-19). Kenapa ke-19? Karena ke-18 pacar Colin sebelumnya juga semuanya bernama Katherine. Entah ada apa antara Colin dengan nama “Katherine”.
Hassan, sahabat Colin satu-satunya, nggak tega melihat sahabatnya depresi. Ia mengajak Colin untuk pergi road trip dengan harapan Colin melupakan kesedihannya. Ternyata mereka malah terdampar di kota kecil Gutshot, Tennessee, di mana Colin menemukan Eureka moment yang selama ini dicarinya.
Review:
Oke, pertama: Motivasi dimulainya cerita menurutku agak dipaksakan. Cerita dimulai saat mereka mulai road trip, kan, tapi motivasi untuk road trip itu kok agak maksa dan menye-menye banget yah. Emang sih si Colin ini orangnya menye-menye, mungkin karena itu buatku jadi ngeselin kok kayak gitu aja ujug-ujug road trip. Bukan berarti road trip gak boleh spontan, tapi terkesan terlalu tiba-tiba aja awal ceritanya. This “Katherine” thing juga cukup maksa sih, si Colin seolah jadi fetish sama nama Katherine. Padahal sih bukan gitu.
Kedua: Tokoh utama kurang likable (Mungkin karena dia prodigy? Jadi aku yang anak biasa-biasa ini jarang bisa relate sama apa yang dia pikir dan rasakan?), begitu juga tokoh pembantu, Hassan, yang seharusnya lucu (memang kadang-kadang suka lucu sih..) tapi di awal dia langsung sok asik banget dan membikin aku jadi: -_- Tokoh paling likable adalah Lindsey.
Ketiga: Penyebab mereka jadi lama di Gutshot itu menurutku juga agak maksa. Mungkin ini gara-gara kurang pendalaman karakter Hollis, ya. Mungkin. Terus ekspektasiku cerita bakalan berlatar di berbagai tempat karena awalnya kan mereka road trip tanpa tujuan. Tapi ternyata 90% cerita malah berlatar di Gutshot, alias mereka nggak kemana-mana (tenang, ini bukan spoiler). Jadi agak beda aja sama ekspektasi.
Keempat: Uniknya buku ini, di sepanjang buku ada puluhan catatan kaki, mengenai info yang penting sampai nggak penting. Bagi yang nggak familiar dengan agama Islam, catatan kaki ini bisa jadi penting karena cukup banyak istilah Islam dan bahasa Arab yang diucapkan Hassan. Unik, karena aku belum pernah baca buku yang punya catatan kaki sebanyak ini, dan rasanya jadi kayak nonton film versi director commentary, cuma ini jadinya writer’s commentary.
Kelima: Mungkin kalo kamu suka matematika, novel ini akan lebih menarik buatmu, karena Colin is a nerd, he does math. There are maths in this book, I’m not kidding. Buat seseorang yang gak suka matematika sepertiku, it’s like: “Yaampun apaan sih nih itung-itungan, ga ngerti.” Di awal-awal buku aku bacain tuh hitungan-hitungannya, tapi kemudian si penulis nyempilin pesan bahwa matematika di buku ini opsional untuk dibaca, kamu gak harus ngerti itu untuk ngerti ceritanya. Alhasil aku skip semua bagian itu hahahahah
Oke, itu aja. Sebelum baca ini aku udah denger-denger bahwa banyak yang bilang kalo novel ini novel terburuknya John Green diantara semua novelnya. Bukan berarti novel ini jelek, tapi kalau dibandingkan sama novel-novel dia yang lain mungkin iya. Makanya dari awal ekspektasiku nggak tinggi. Sekarang aku belum bisa bilang apakah itu bener atau nggak, karena novelnya yang sudah aku baca itu baru: TFiOS, Paper Towns, dan Looking For Alaska. Untuk saat ini novel ini ada diurutan bawah. Urutan paling atas masih: TFiOS.
Kesimpulannya, novel ini layak baca kok, tapi jangan berekspektasi tinggi. Mungkin kalau kamu baru putus, atau kamu anak prodigy, atau kamu suka cerita tentang anak-anak pinter, atau kamu suka matematika, kamu bakalan suka buku ini. I give this book 2 stars out of 5 stars.
Bonus: I imagine Colin Singleton as Robert Sheehan as Simon in The Mortal Instruments. Simply because: glasses and curly hair. Haha.
“If people could see me the way I see myself - if they could live in my memories - would anyone love me?” - Lindsey Lee Wells
0 comments:
Post a Comment