Gone Girl by Gillian Flynn
Genre: Fiction, Mystery, Thriller, Adult
Sinopsis:
Nick dituduh membunuh Amy, istrinya yang tiba-tiba hilang dengan cara yang mencurigakan di hari ulang tahun pernikahan mereka yang kelima. Nick mencoba segala cara untuk menemukan istrinya sekaligus membuktikan bahwa ia tidak bersalah.
Review:
Novel ini dibagi jadi 3 bagian besar: part 1, part 2, dan part 3. Tiap bab diceritakan dari sudut pandang Nick dan Amy, secara berganti-gantian di tiap bab nya.
Tanpa sadar aku dibawa ke arah yang macem-macem sama buku ini. Part 1 dari novel: murni thriller. Like, usual detective story. Di bab-bab awal aku udah dibikin penasaran banget, pengen cepet-cepet tau ending nya dan mencoba untuk nggak berpihak kepada satu tokohpun. Oh iya, Part 1 ini juga ngingetin aku sama film All About My Wife, yang bikin aku mengutuk dalam hati “Man, marriage IS hard work”.
Terus taunya di Part 2 kita dibawa ke arah yang sama sekali lain sampe aku dibuat lupa soal “marriage is hard” tadi itu. Di part ini aku malah mikir banyak soal angry feminists. Di saat kita ngerasa “Oh, oke, oke, kayaknya aku tahu kemana arah cerita ini.” sambil mikirin beberapa kemungkinan ending, ternyata arahnya belok lagi, menikung tajam.
Part 3 agak anti klimaks tapi kita tetap dijanjikan suatu klimaks yang memuaskan, jadi masih semangat baca. Tapi kemudian….aku dibikin geleng-geleng kepala sama Mbak Gillian Flynn ini. “Mbak Gillian.... Gilingan juga lu, ya.” (pun intended)
Sampe sekarang aku belum nonton filmnya. But when the movie was released, almost everyone in my twitter timeline freaked out about the ending. Jadi aku udah nyiapin mental dari awal: “Jangan percaya siapapun di novel ini, jangan nuduh siapapun, jangan terlalu kaget nanti pas di ending..” Hahahah. I remember someone on Twitter say something about Gone Girl containing the word: “manipulative”. Ya. Ya, itu kata kunci dari cerita ini.
Tapi tetep aja aku kaget dan kesel sama endingnya. Karena asumsiku sebelum baca, kalau banyak orang kesel dan kaget sama endingnya, kemungkinan endingnya adalah sesuatu yang grand, totally fucked up, pokoknya parah. Tapi ternyata endingnya sama sekali berkebalikan dengan asumsi itu, tapi sama parahnya atau malah lebih parah. Nah, lho, gimana tuh.
I had to take a moment after done reading it. Wrinkling my nose and forehead, screaming in my head: “Why, Gillian Flynn, why??!” Anyway, THIS is why.
Ugh.
I have to say that the whole story is brilliant. Rumit, tapi gak bikin aku sampe harus baca ulang beberapa bagian cerita. Bukunya juga tebel banget, rasanya nih buku lamaaa banget habisnya. Bukan karena ceritanya ngebosenin, mungkin aku cuma terlalu gak sabaran aja ya pengen tahu endingnya kayak gimana. Tapi emang cukup rumit skenarionya, layer per layer cerita dibuka satu-satu, disertai gambaran tekanan dan depresinya si tokoh.
After reading the book, I understand that: marriage IS hard, your parents has bigger impact on you than you realize, there are so many kinds of mental illness and (sorry) lots of them are scary if it doesn’t handled well and scarier when it’s not even detected.
I enjoyed it, though. 4,5 stars out of 5 stars.
“There's a difference between really loving someone and loving the idea of her.”
0 comments:
Post a Comment